Wednesday, June 01, 2011

hidup mandiri

Siapa sih yang ga pengen hidup mandiri? Walaupun jalannya untuk tiap orang, tiap keluarga berbeda2, imo tujuan ultimatenya pasti pengen hidup mandiri. Kalau mencatut financial indepencenya @mrshananto: pay your own bill, pay your own debt, own your first property.

Saya bersyukur punya suami yang (akhirnya) satu visi sama saya, at least sesudah menikah ya..karena waktu single dulu sih dia demen banget nebeng2an, as mentioned in this post. Okelah, saat awal menikah saya (akhirnya) memutuskan untuk nebeng di rumah transit mertua atas permintaan suami untuk menjaga rumah mereka, setelah mutung2an karena saya keukeuh pengen kos aja semampunya.

Jadi dengan kondisi seperti ini di awal pernikahan, langkah awal yang kami ambil, starting from day-1 adalah mencari properti pertama. Ya, kerjaan kami tiap hari adalah mantengin iklan mini di koran dan jambangin tiap pameran properti. Kalo masalah bayar tagihan, bayar utang mah udah out of question lah ya. Bersyukur, di bulan ke-3 kami sudah menandatangani kontrak jual beli tanah tempat rumah kami sekarang. Dan di bulan ke-5 untuk kontrak pembangunan rumahnya sendiri. Dan akhirnya sebelum kami berusia 30 (penting bgt deh ih ngomongin umur :p) kami sudah menempati rumah kami yang kami bangun susah payah di atas tanah yang kami cari dengan susah payah pula. Semoga, insya Allah barokah ya.

Kenapa di atas saya tulis berulang2 susah payah? Soalnya kadang2 orang suka salah fokus, atau ga menyeimbangkan fokus. Ada contoh keluarga dekat yang saya tau dia juga susah payah bekerja, sering banget lembur bahkan sampai tidur di kantor. Sampai sekarang di usia yg tidak muda lagi, belum punya properti pertama. Padahal gaji bisa dibilang cukup ya utk dia sisihkan sebagian utk nyicil kpr. Ya, salah fokus itu tadi. Uangnya kepake utk yg lain2.

Kalau udah begini, keluar deh jurus minta tolong orang tua. saya sendiri sih setuju sama prinsipnya @adhityamulya, orangtua udah kita susahin dari kita lahir sampai dewasa, masa udah dewasa kita masih nyusahin juga? Dan well, menjadi mandiri dan tidak menyusahkan ortu memang sudah jadi bagian dari impian masa kecil saya :) terlepas dari rasa sayang orangtua kepada anak-anak dan mereka pasti ga ngerasa disusahin ya, tapi tentu kita akan merasa lebih bahagia jika orangtua bangga dengan pilihan hidup kita.

Ya, pilihan hidup. Indikatornya bukan berapa uang atau properti atau bentuk investasi lain yang kita punya, tapi pilihan hidup untuk mandiri dengan berapapun pendapatan kita, punya visi yang jelas dan bertanggung jawab utk fulfill visi tersebut, dan tentu saja: living a life that we deserve.

Sampai setahun yang lalu kami masih merasa belum pantas untuk punya sopir (dengan pendapatan kami versus tujuan financial kami di depan), padahal suami kerja nun jauh di cikarang. Dia rela nyetir loh lebih dari 100 kilo per hari dengan kemacetan cikarang yang tersohor itu. Alhamdulillah dengan kabar baik di tahun ini, insya Allah kondisi kami sudah sehat utk dibantu sopir. Dan hamdallah lagi walopun sudah ada sopir, kami berdua memutuskan utk naik bis saja ke kantor (karena dgn posisi barunya, suami pindah kantor lagi ke head office). Post utk bensin bisa utk menutup biaya sekolah anak yg naik per juli ini (kayak Agung sedayu aja nih biaya sekolah). Jadi kakang hanya kami mintakan bantuan untuk anter jemput anak sekolah dan keperluan darurat saja.

Mobil kami pun masih city car sejuta umat yang kami beli cash di bulan ke-3 pernikahan, ga mampu beli cash mobil super bling2 :) sampai sekarang pun kami merasa belum pantas utk punya yg bling2. Insya Allah kalau rejeki, biar ganti mobil ini jadi urusannya kantor suami. Ya Pa ? ;)

Saya juga masih hepi2 aja naik bis ke kantor, transport cost murah dan lebih cepet pula menghadang macetnya buncit-mampang.

Saya pernah baca ada yg ngetwit “hidup mandiri itu membahagiakan. gak gampang, tapi membahagiakan” (lupa akunnya, soalnya baca dari yg re-twit), dan itu bener banget, nget nget nget.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home