Friday, August 12, 2011

umum vs pribadi

Pagi yang cerah…
Saya dan suami nebeng papa dan mama mertua. Mereka ada janji wawancara di kedubes amerika dan kami berdua mau bekerja. Turunlah sang suami di perempatan kuningan, untuk lanjut naik bis yang melewati kantornya.
Celetuk papa: “apalah yang dibilang anak2 buahnya lihat bosnya naik bis ke kantor tiap hari”.
Saya spontan jawab: “bos saya juga naik kereta ko pa, karena rumahnya jauh di bintaro”.
Mama nambahin: “di Jakarta udah biasa mungkin pa kayak gini”.

Saya kemudian turun di jembatan penyebrangan tepat di sebrang kantor.

Lalu saya berpikir, apakah mungkin ungkapan mertua saya adalah ungkapan kekecewaan beliau? Mungkinkah saya dianggap kurang mengurus suami dengan mengajaknya naik bis tiap hari? Karena saya pernah bilang sama mama mertua kalau awalnya suami ga suka dengan sesaknya bis, tapi sekarang sudah terbiasa dan bahkan lebih suka naik bis daripada mobil.

Semoga tidak ya.
Sebenarnya alasan utamanya hanya kesempatan. Kebetulan rumah kami dekat dengan halte bis, dan kantor kami berdua pun tepat di depan halte. Dengan waktu tempuh yang jauh lebih singkat dibandingkan dengan melewati kemacetan di pagi dan sore hari, naik bis lah pilihan yang paling tepat agar kami bisa meluangkan waktu lebih banyak di rumah. Kalau dilihat dari konsumsi bahan bakar vs ongkos naik bis juga tidak signifikan karena jarak tempuh rumah-kantor tidak terlalu jauh.

Tidak dipungkiri, ada beberapa keuntungan “tambahan” dengan naik bis ini:

Olahraga ringan selama ngantri dan berdiri di bis, termasuk naik turun jembatan penyebrangan.

Merasakan menjadi bagian dari publik jakarta dengan beragam latar belakang (yang jarang sekali bisa dirasakan kalau tiap hari naik mobil pribadi). Ini seru :)

Kekurangannya? Ya ada juga.

Saya (yang pada dasarnya males dandan) jadi lebih males dandan lagi. Bawaannya pengen pake baju sesimpel mungkin ke kantor, biar ga bikin drama aneh2 dan ga terlalu mencolok di mata penumpang lain.

Menguji kesabaran ke level tertinggi kalau sedang bermasalah (terlalu penuh, panas, dll dll).

Dalam waktu 1-2 tahun ke depan, kantor suami akan pindah ke serpong, otomatis pilihan yang masuk akal ya menyetir mobil. Kami ga akan memaksakan untuk naik kendaraan umum.

Bagaimana dengan Pilar? Sampai usia tertentu yang kami pikir anak kami belum siap untuk naik kendaraan umum, maka dia akan tetap memakai mobil pribadi ke sekolah atau naik jemputan. Sesekali kami ajak Pilar naik angkot, kereta dan bis biar dia kenalan dengan dunia luar. Bersyukur rumah kami dekat dengan berbagai pilihan transportasi umum ke segala arah, kalau2 nanti sekolah dia terletak agak jauh dari rumah.

Jadi, gapapa dong bapak bos pake bis ke kantor? :) biar cepet nyampe rumah dan proses “mood boosting” main dengan anak di rumah jadi lebih lama dan menyenangkan. Ga ada niat buat menyengsarakan suami sama sekali kok, ampuuuuuun :D

0 Comments:

Post a Comment

<< Home